Semangat Mengajar Lupa Mendidik

Sebagai seorang guru yang baru mulai mengajar di tahun 2009, tampaknya pengalaman mengajar saya masih sedikit. Perlu jam terbang yang lebih banyak lagi. Namun saya rasa, mengajar itu asyik. Apalagi saat tahun pertama menjadi guru, mengajar sangat menyenangkan. Selalu menggebu-gebu dan berapi-api untuk menerangkan suatu materi. Mencoba untuk mengeksplorasi metode-metode mengajar yang diketahui. Mencari cara agar siswa memahami materi dan memperoleh nilai yang bagus.  

Sebelum mengajar selalu mempelajari materi yang akan diajarkan. Beli buku tentang mata pelajaran matematika ke sana kemari. Di awal-awal tahun saya mengajar, saya membeli buku kelas X, XI, dan XII dari 3 penerbit yang berbeda. Download Buku Sekolah Elektronik (BSE) waktu itu dari situs kementerian pendidikan. Cari sumber-sumber di internet, dan berkunjung dari satu blog ke blog lain, dari website satu ke website lain hanya untuk mencari modul, bahan ajar, atau materi lalu mendownloadnya. Tak jarang sering ke warnet hanya untuk download materi pelajaran. 

Sumber Gambar : www.pixabay.com
 
Saya berpikir dengan mempunyai banyak bahan atau materi pelajaran, maka mengajar di depan kelas akan variatif dan tidak monoton. Selain itu saya pun sering berkunjung ke perpustakaan untuk pinjam buku tentang motivasi dan pengembangan diri. Berkunjung ke perpustakaan, hal yang sudah semakin saya tinggalkan. Mungkin karena kesibukan, atau karena kemalasan, hehe. 

Dulu, dalam mengajar saya selalu ingin agar siswa memahami dan menguasai matematika. Berbagai macam cara saya tempuh ketika siswa mendapatkan nilai jelek. Remidiasi dan tugas-tugas rutin saya berikan. Membuat soal ulangan dengan kategori mudah juga saya berikan. Bahkan les gratis di rumah pun saya berikan, karena masih bujang, jadi belum punya tanggungan kalau kata orang-orang.  Ada beberapa siswa yang memang mengalami kenaikan prestasi belajar, tetapi ada juga yang nilai ulangan atau ujiannya tetap parah. Tetapi sekarang karena sudah berkeluarga, belum mau untuk ngelesi lagi.

Ujian nasional yang merupakan puncak dari studi siswa di SMK, idealnya memang harus memperoleh nilai yang tinggi. Orientasi saya waktu itu memang mengajar dan mengajar agar membuat siswa memiliki nilai yang tinggi. Saya pun tersadarkan, ketika memberikan les gratis kepada siswa saat mau Ujian Nasional. Dalam seminggu, bisa dua sampai tiga kali selalu datang ke rumah. Rumus-rumus cepat, dan cara menyelesaikan soal matematika saya berikan dengan urut. Akan tetapi, ada siswa yang nilai Ujian Nasionalnya dibawah 30. Saya pun seolah-olah tidak percaya, tetapi memang begitu adanya. Padahal sudah rutin memberikan les tambahan, dan tidak saya pungut biaya, tetapi nilainya sangat berantakan.

Saya pun mulai berpikir, ngobrol sana-sini, njagong dengan teman-teman guru, baca buku-buku tentang pendidikan, kesimpulannya memang aspek kognitif siswa tidak sama. Tingkat kecerdasan siswa berbeda-beda. Tidak semua siswa suka, mau, dan mampu belajar matematika dengan baik. Tidak semua siswa akan mencapai nilai ulangan atau ujian matematika 90. Apalagi di SMK, dengan karakter siswa yang tidak terlalu suka membaca dan belajar pelajaran teori. 

Sebagai guru memang harus mau berpikir dan merenung sejenak apa yang sudah dikerjakannya. Hal itu, pun saya lakukan. Ternyata ada hal yang saya lupakan ketika berprofesi menjadi guru, yaitu mendidik. Guru tidak hanya mengajar saja. Guru harus juga mendidik siswanya agar menjadi manusia yang berkarakter baik. Hasil-hasil nilai ulangan atau ujian siswa yang sudah diremidi berkali-kali masih tetap di bawah 50, tidak boleh membuat guru menjadi patah semangat dalam menjalani profesinya. Masih ada hal lain yang sangat penting yaitu bagaimana cara mendidik siswa agar nantinya setelah lulus sekolah memiliki kesopanan dan nilai-nilai kebaikan. Mendidik siswa bukanlah sulap yang dengan bimsalabim lalu sikap dan kepribadian seluruh siswa menjadi baik. Perlu perjuangan dan inovasi-inovasi dalam memberikan arahan dan keteladanan. 

Saya dulu sangat semangat dalam mengajar tapi lupa mendidik. Sekarang perlahan-lahan mulai untuk belajar bagaimana mendidik siswa dan membiasakan siswa agar disiplin. Kedisiplinan yang sederhana dan simple mulai dari cara mereka mengumpulkan tugas. Selalu saya beri waktu, hari dan tanggalnya. Kalau misalkan terlambat mengumpulkan berarti tidak saya nilai. Saya pun memberitahukan siswa terlebih dahulu. Hal ini saya lakukan agar siswa setelah lulus menjadi orang yang selalu disiplin waktu dan tidak menyepelekan waktu-waktu yang sudah ditentukan. Saya mencontohkannya pada satu hal saat siswa melamar pekerjaan. Jika di informasi lamaran kerja sudah tertulis tanggalnya, tapi kita mengirimkan atau mengumpulkannya terlambat, pasti tidak akan diterima. Kalaupun diterima tidak akan diikutkan seleksi. Kecuali jika pemilik perusahaan saudaranya sendiri, atau punya koneksi.

Kebersihan juga saya terapkan kepada siswa. Saat masuk kelas, saya berusaha untuk mengingatkan jika belum disapu atau ada bungkus plastik di ruang kelas. Jika belum disapu, maka saya selalu menyuruh siswa atau yang piket untuk menyapu. Saya selalu berusaha untuk mengingat akan kebersihan ruang kelas, meskipun terkadang lupa. Hal ini pula saya contohkan dan beri pengertian ke siswa, kalau tempat kerja bersih, maka bekerja akan nyaman dan pengunjung senang. Saya ceritakan ke siswa bahwa, di suatu bank itu pasti selalu dibersihkan oleh cleaning service. Kalau kita masuk pasti merasa nyaman, dan senang. Sudah ruangannya dingin, bersih pula. Pasti kita akan betah jika harus antri. Apalagi jika ditambah dengan pegawainya yang ramah dan murah senyum. 

Pendengar yang baik. Saya selalu berusaha untuk mengingatkan siswa agar menjadi pendengar yang baik. Saat guru menerangkan suatu materi, saya selalu mengingatkan agar mendengarkannya terlebih dahulu. Tidak berbicara dengan temannya. Hal ini saya lakukan karena, kebanyakan dari kita selalu berbicara saat menghadiri pertemuan-pertemuan yang ada pembicara di depan. Saya sendiri pun kadang melakukannya, tetapi berusaha untuk tidak sering melakukanya. Saya pun memberikan pemahaman ke siswa agar menjadi pendengar yang baik. Bahwa mendengarkan orang yang berbicara itu termasuk menghargai dan menghormati. Kalau saat kita berada di depan suatu forum lalu berbicara dan tidak ada yang mendengarkan, tentu yang kita rasakan tidak enak dan sia-sia. 

Tiga hal di atas yang selalu saya tekankan agar siswa menjadi terbiasa dan nantinya akan menjadikan mereka memiliki karakter yang baik. Kedisplinan waktu, kebersihan, dan belajar menjadi pendengar yang baik. Ketiga hal tersebut saya tekankan di tahun 2017 ini. Kenapa hanya tiga hal saja? Kenapa kok tidak sepuluh atau duapuluh? Karena saya ingin belajar mendidik siswa dimulai dari hal yang kecil dan sedikit terlebih dahulu, baru kemudian ditambahkan hal-hal lain lagi yang nantinya akan membuat karakter siswa baik. Menjadi guru tidaklah mudah. Perlu belajar dari waktu ke waktu. Hasilnya tidak bisa kita lihat sehari dua hari, tetapi 5 sampai 10 tahun yang akan datang. Atau malah kita tidak memiliki andil terhadap keberhasilan siswa kita. Hanya siswa sendirilah yang tahu bagaimana hasil pengajaran dan pendidikan yang dilakukan gurunya semasa di sekolah.