Tanpa terasa ternyata baru 8 tahun aku berprofesi menjadi seorang guru. Bulan April tahun 2009 tepatnya pertama kali aku menjalani pekerjaan sebagai guru. Ibarat manusia masih kecil dan baru saja masuk SD kelas 2 atau 3. Aku pun tahu diri, bahwa pengalamanku menjadi guru masih minim. Apalagi jika aku bandingkan dengan teman-teman senior yang sudah puluhan tahun menjalani profesi sebagai guru.
Jadi seorang guru ternyata mengasyikkan. Kita dapat mengekspresikan diri di depan para siswa sesuai dengan apa yang dikehendaki. Kita juga bisa memotivasi, memberi inspirasi, juga bisa marah kepada siswa. Marah ternyata diperlukan dalam kondisi tertentu di dalam kelas, jika memang keadaan sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Yang terpenting marah untuk kebaikan. Jangan karena sedang ada masalah di rumah kita marah kepada siswa kita di sekolah.
Menjadi guru adalah suatu kebanggaan tersendiri bagiku. Meskipun saat kecil mungkin bukan cita-citaku. Setelah lulus S-1 ternyata aku menjadi guru matematika di SMK Negeri 1 Jepara. Ternyata memang profesi guru lebih menyenangkan. Selain banyak liburnya, guru juga tidak ada sikut-sikutan untuk berebut jabatan. Karena kodrat guru ya memang menjadi guru. Jenjang karirnya pun kalau tidak menjadi kepala sekolah ya pengawas sekolah. Berbeda dengan karir di kepolisian, tentara, atau perusahaan. Itulah mengapa, lebih enjoy jika menjadi guru saja.
Aku sendiri menyadari bahwa kemampuan mengajar dan mendidikku masih perlu dikembangkan sampai pensiun. Masih banyak kekurangan di sana sini dalam mengajar. Apalagi dalam mendidik siswa. Tapi yang jelas menjadi guru memang mengasyikkan saat aku bisa bercerita dan bercanda dengan siswa. Melihat siswa tersenyum dan tertawa ternyata menambah rasa bahagia.
Tahun pertama saat menjadi guru, aku sedikit serius dan saklek dengan berpikiran bahwa siswa harus bisa dan menguasai apa yang aku ajarkan. Siswa juga harus mendapat nilai bagus. Materi yang aku sampaikan harus habis dan diterima semua siswa. Siswa harus pintar matematika. Tapi semua itu hanya keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Hal yang terjadi ternyata berbeda dengan yang aku inginkan. Aku pun menjadi tahu diri dan tidak mau memaksakan kehendak dan keinginanku jika memang hasil belajar siswa tidak sesuai dengan harapanku. Ternyata siswa SMK berbeda dengan siswa SMA.
Setelah tahun kedua menjadi guru, aku pun mencari formula dan cara-cara agar pembelajaran di kelas menjadi lebih hidup. Salah satu caranya adalah dengan bercerita. Entah menceritakan kisah perjalanan hidupku atau cerita-cerita yang lain. Jika cerita kita ditambahi dengan bumbu-bumbu humor, siswa pasti sangat menyukainya. Apalagi jika mereka senyum dan tertawa. Ah, terasa mengasyikkan saja profesi guru yang aku geluti ini.
Tentu tidak sepenuhnya saat mengajar full bercerita. Kita harus pandai-pandai mengatur waktu dan melihat situasi di dalam kelas. Jika siswa sudah mulai bosan dan mengantuk, ada baiknya kita mengeluarkan candaan-candaan yang membuat suasana kelas tidak sepi. Kita juga harus pandai memilih cerita-cerita yang akan kita berikan kepada siswa. Cerita yang di dalamnya kita isi muatan nilai-nilai positif dan motivasi agar siswa kita menjadi lebih baik.
Harus diakui bahwa saat kita menerima materi yang terlalu banyak dan dalam suasana kurang santai, maka pelajaran itu terkadang tidak bisa masuk sepenuhnya. Hal ini juga aku alami ketika mengikuti diklat atau workshop. Jika pemateri terus saja menjelaskan materi tanpa henti dan tidak ada penyegaran suasana, maka materinya pun terkadang tidak bisa aku terima dengan baik. Dari situlah maka, aku ingin memberikan penyegaran terhadap suasana kelas yang aku ajar. Aku ingin menambahi cerita-cerita dan candaan-candaan di dalam kelas. Porsinya pun harus aku atur dan yang terpenting materi pokok tersampaikan kepada siswa.
Aku pun sekarang lebih menyempatkan diri untuk terus membaca buku. Meskipun realitanya untuk membaca memang harus dipaksa. Karena kadang kesibukan dan kemalasan membuat aku enggan membaca buku. Dengan membaca buku, sering aku temukan ide-ide cerita dan juga kosakata baru yang dapat aku gunakan untuk memjadikan cerita di dalam kelas. Terkadang acara televisi bisa juga menjadi materi kita untuk bercerita. Selain itu, hasil pengamatanku kepada lingkungan terkadang dapat menjadi tema untuk bercerita di depan kelas. Hal yang selalu harus aku ingat dalam bercerita adalah memberikan nilai-nilai positif kepada siswa. Nilai moral harus ada di dalam cerita. Jadi, bukan hanya sekedar menceritakan kehebatan atau kelebihan kita, namun harus ada sepenggal cerita yang dapat menjadikan siswa bersemangat dan terinspirasi. Bukankah guru yang baik adalah guru yang menginspirasi kawan.
Bercerita jelas bukan tujuan utama menjadi seorang guru, kawan. Karena tugas utama seorang guru adalah mendidik dan mengajar. Aku sendiri menempatkan bercerita sebagai unsur penunjang untuk menjadikan suasana kelas menjadi bersemangat dan lebih bergairah. Apa jadinya jika kita menjadi seorang guru hanya mengajar dan mengejar materi saja? Bukankah adakalanya kita juga pernah merasa bosan dengan paparan materi yang itu-itu saja saat sekolah? Apakah kita akan memberikan hal yang sama kepada siswa kita dengan materi pelajaran di setiap pertemuan? Hanya guru sendirilah yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Hal yang selalu kuingat ketika sekolah dulu adalah guru yang selalu bercerita dan isi ceritanya masih membekas sampai sekarang. Ternyata seiring berjalannya waktu, materi pelajaran yang pernah disampaikan oleh guru-guruku dulu tidak aku ingat semuanya. Cerita-cerita yang berisi pesan-pesan kebaikan dari beberapa guruku ternyata masih teringat. Jadi, aku memiliki keyakinan bahwa materi pelajaran harus ditambahi dengan cerita-cerita yang baik, segar, positif, dan bermanfaat bagi siswa.
Guru merupakan pekerjaan yang berhubungan dengan manusia. Kita harus bisa memberikan tauladan yang baik kepada siswa kita. Harus memberikan inspirasi kepada siswa agar menjadi pribadi yang baik. Untuk itulah aku selalu berusaha untuk belajar menjadi guru yang yang setidaknya memberikan inspirasi bagi siswa. Meskipun masih sedikit yang aku berikan, minimal nantinya setelah mereka lulus, sedikit kebaikan yang kucoba untuk berikan ke mereka membekas di jiwanya.
Catatan Seorang Guru
Taufik Fadholi
Jadi seorang guru ternyata mengasyikkan. Kita dapat mengekspresikan diri di depan para siswa sesuai dengan apa yang dikehendaki. Kita juga bisa memotivasi, memberi inspirasi, juga bisa marah kepada siswa. Marah ternyata diperlukan dalam kondisi tertentu di dalam kelas, jika memang keadaan sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Yang terpenting marah untuk kebaikan. Jangan karena sedang ada masalah di rumah kita marah kepada siswa kita di sekolah.
Menjadi guru adalah suatu kebanggaan tersendiri bagiku. Meskipun saat kecil mungkin bukan cita-citaku. Setelah lulus S-1 ternyata aku menjadi guru matematika di SMK Negeri 1 Jepara. Ternyata memang profesi guru lebih menyenangkan. Selain banyak liburnya, guru juga tidak ada sikut-sikutan untuk berebut jabatan. Karena kodrat guru ya memang menjadi guru. Jenjang karirnya pun kalau tidak menjadi kepala sekolah ya pengawas sekolah. Berbeda dengan karir di kepolisian, tentara, atau perusahaan. Itulah mengapa, lebih enjoy jika menjadi guru saja.
Aku sendiri menyadari bahwa kemampuan mengajar dan mendidikku masih perlu dikembangkan sampai pensiun. Masih banyak kekurangan di sana sini dalam mengajar. Apalagi dalam mendidik siswa. Tapi yang jelas menjadi guru memang mengasyikkan saat aku bisa bercerita dan bercanda dengan siswa. Melihat siswa tersenyum dan tertawa ternyata menambah rasa bahagia.
Tahun pertama saat menjadi guru, aku sedikit serius dan saklek dengan berpikiran bahwa siswa harus bisa dan menguasai apa yang aku ajarkan. Siswa juga harus mendapat nilai bagus. Materi yang aku sampaikan harus habis dan diterima semua siswa. Siswa harus pintar matematika. Tapi semua itu hanya keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Hal yang terjadi ternyata berbeda dengan yang aku inginkan. Aku pun menjadi tahu diri dan tidak mau memaksakan kehendak dan keinginanku jika memang hasil belajar siswa tidak sesuai dengan harapanku. Ternyata siswa SMK berbeda dengan siswa SMA.
Setelah tahun kedua menjadi guru, aku pun mencari formula dan cara-cara agar pembelajaran di kelas menjadi lebih hidup. Salah satu caranya adalah dengan bercerita. Entah menceritakan kisah perjalanan hidupku atau cerita-cerita yang lain. Jika cerita kita ditambahi dengan bumbu-bumbu humor, siswa pasti sangat menyukainya. Apalagi jika mereka senyum dan tertawa. Ah, terasa mengasyikkan saja profesi guru yang aku geluti ini.
Tentu tidak sepenuhnya saat mengajar full bercerita. Kita harus pandai-pandai mengatur waktu dan melihat situasi di dalam kelas. Jika siswa sudah mulai bosan dan mengantuk, ada baiknya kita mengeluarkan candaan-candaan yang membuat suasana kelas tidak sepi. Kita juga harus pandai memilih cerita-cerita yang akan kita berikan kepada siswa. Cerita yang di dalamnya kita isi muatan nilai-nilai positif dan motivasi agar siswa kita menjadi lebih baik.
Harus diakui bahwa saat kita menerima materi yang terlalu banyak dan dalam suasana kurang santai, maka pelajaran itu terkadang tidak bisa masuk sepenuhnya. Hal ini juga aku alami ketika mengikuti diklat atau workshop. Jika pemateri terus saja menjelaskan materi tanpa henti dan tidak ada penyegaran suasana, maka materinya pun terkadang tidak bisa aku terima dengan baik. Dari situlah maka, aku ingin memberikan penyegaran terhadap suasana kelas yang aku ajar. Aku ingin menambahi cerita-cerita dan candaan-candaan di dalam kelas. Porsinya pun harus aku atur dan yang terpenting materi pokok tersampaikan kepada siswa.
Aku pun sekarang lebih menyempatkan diri untuk terus membaca buku. Meskipun realitanya untuk membaca memang harus dipaksa. Karena kadang kesibukan dan kemalasan membuat aku enggan membaca buku. Dengan membaca buku, sering aku temukan ide-ide cerita dan juga kosakata baru yang dapat aku gunakan untuk memjadikan cerita di dalam kelas. Terkadang acara televisi bisa juga menjadi materi kita untuk bercerita. Selain itu, hasil pengamatanku kepada lingkungan terkadang dapat menjadi tema untuk bercerita di depan kelas. Hal yang selalu harus aku ingat dalam bercerita adalah memberikan nilai-nilai positif kepada siswa. Nilai moral harus ada di dalam cerita. Jadi, bukan hanya sekedar menceritakan kehebatan atau kelebihan kita, namun harus ada sepenggal cerita yang dapat menjadikan siswa bersemangat dan terinspirasi. Bukankah guru yang baik adalah guru yang menginspirasi kawan.
Bercerita jelas bukan tujuan utama menjadi seorang guru, kawan. Karena tugas utama seorang guru adalah mendidik dan mengajar. Aku sendiri menempatkan bercerita sebagai unsur penunjang untuk menjadikan suasana kelas menjadi bersemangat dan lebih bergairah. Apa jadinya jika kita menjadi seorang guru hanya mengajar dan mengejar materi saja? Bukankah adakalanya kita juga pernah merasa bosan dengan paparan materi yang itu-itu saja saat sekolah? Apakah kita akan memberikan hal yang sama kepada siswa kita dengan materi pelajaran di setiap pertemuan? Hanya guru sendirilah yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Hal yang selalu kuingat ketika sekolah dulu adalah guru yang selalu bercerita dan isi ceritanya masih membekas sampai sekarang. Ternyata seiring berjalannya waktu, materi pelajaran yang pernah disampaikan oleh guru-guruku dulu tidak aku ingat semuanya. Cerita-cerita yang berisi pesan-pesan kebaikan dari beberapa guruku ternyata masih teringat. Jadi, aku memiliki keyakinan bahwa materi pelajaran harus ditambahi dengan cerita-cerita yang baik, segar, positif, dan bermanfaat bagi siswa.
Guru merupakan pekerjaan yang berhubungan dengan manusia. Kita harus bisa memberikan tauladan yang baik kepada siswa kita. Harus memberikan inspirasi kepada siswa agar menjadi pribadi yang baik. Untuk itulah aku selalu berusaha untuk belajar menjadi guru yang yang setidaknya memberikan inspirasi bagi siswa. Meskipun masih sedikit yang aku berikan, minimal nantinya setelah mereka lulus, sedikit kebaikan yang kucoba untuk berikan ke mereka membekas di jiwanya.
Catatan Seorang Guru
Taufik Fadholi